Senin, 19 September 2011

Askep bronkiektasis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.

Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan congenital.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apasaja konsep dasar penyakit dari bronkhiektasis?
2.      Apasaja pengkajian dari bronkhiektasis?
3.      Apasaja diagnosa keperawatan yang muncul pada bronkhiektasis?
4.      Apasaja intervensi keperawatan dari bronkhiektasis?
5.      Apasaja implementasi keperawatan dari bronkhiektasis?
6.      Apasaja evaluasi keperawatan dari bronkhiektasis?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar penyakit bronkhiektasis.
2.      Untuk mengetahui pengkajian dari bronkhiektasis.
3.      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada bronkhiektasis.
4.      Untuk mengetahui intervensi keperawatan dari bronkhiektasis.
5.      Untuk mengetahui implementasi keperawatan dari bronkhiektasis.
6.      Untuk mengetahui evaluasi keperawatan dari bronkhiektasis.





































BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)

Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis  berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997). 

Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor , pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)

2.      Epidemiologi

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5 Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap.

3.      Etiologi

a.       Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetic atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul konginentalmempunyai cirri sebagai berikut:

1)   Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

2)   Bronkiektasis  konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainnya misalnya; Sindrom kartagener (Brnkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo atau agamagloibulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital seperti: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.

b.      Infeksi
Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenzae dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pemberian pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi Human immunodeficiency Virus (HIV) atau virus lainnya, seperti adenovirus atau influenza.

c.       Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi

d.      Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan,  atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.

4.      Tanda dan Gejala

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala:
a.       Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk.
Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
b.       Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal.

5.      Patofisiologi

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.
































6.      Pathway
 









































7.      Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari bronkhiektasis ini, yaitu:

a.        Bentuk tabung (Tubular, Cylincdrical, Fusiform bronchiectasis).
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.

b.      Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis)
Bentuk ini merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (Cystic bronchiectasis)

c.         Varicose bronchiectasis
Bentuknya merupakan bentuk antara di antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secra klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhii gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja.

8.      Pemeriksaan diagnostic/penunjang

a.       Pemeriksaan laboratorium
1)        Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk  menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
2)      Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang  ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.

3)      Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang  ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.
4)      Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan :
a)   Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
b)   Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
c)    Hipoksemia
d)   Hiperkapnia

5)      Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
a)        Pemeriksaan imunologi
b)        Pemeriksaan spermatozoa
c)        Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

b.      Radiologi
1)        Foto dada  PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar  dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon  serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri  dan lobus medius paru kanan.
2)        Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif  atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus  bersih dari sekret.



9.      Penatalaksanaan Medik
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
a.    Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian.

b.    Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal. Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan  bronkodilator  untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

10.  Prognosis

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringanya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konsevatif atau pun pembedahan ) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema,payah jantung kanan,hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronchitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya yang ringan.



















B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
                     1.            Pengkajian
a.      Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
1)                    Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
2)                    Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
3)                    Riwayat alergi pada keluarga
4)                    Ada riwayat asam pada masa anak-anak

b.    Riwayat atau  adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
1)             Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
2)             Stress emosional
3)             Aktivitas fisik yang berlebihan
4)             Polusi udara
5)             Infeksi saluran nafas
6)             Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan

c.         Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
1)             Kaji frekuensi dan irama pernafasan
2)             Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
3)             Auskultasi bunyi nafas
4)             Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
a)             Mengangkat bahu pada saat bernafas
b)             Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
c)             Pernafasan cuping hidung
5)             Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
6)             Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
7)             Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
8)             Tentukan bila pasien mengalami  dispneu atau orthopneu
9)             Kaji tingkat kesadaran.

d.    Pemeriksaan diagnostik meliputi :
a)             Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
b)             Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume  cadangan
c)             Klutur sputum positif bila ada infeksi
d)            Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
e)             Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
f)              Tes hemoglobolin.
g)             EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.

e.    Kaji persepsi diri pasien
f.     Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

                     2.            Diagnosa Keperawatan
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan permanen pada dinding bronkus dan sputum kental ditandai dengan batuk, hemoptisis.
b.    Pola nafas tidak efektif berbubungan dengan obstruksi saluran nafas ditandai dengan dispnea, nafas pendek dan ekspirasi memanjang.
c.     Resiko infeksi berhubungan dengan pengumpulan sekret dan infeksi sekunder.
d.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologi ditandai dengan melaporkan perubahan sensasi rasa, anoreksia dan penurunan berat badan dengan intake makan tidak adekuat.
e.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan malaise, kelemahan dan keletihan fisik ditandai dengan laporan verbal : kelelahan dan kelemahan, perubahan EKG.
f.     Ansietas berhubungan dengan pola interaksi, keluhan psikososial, dan kecemasan ditandai dengan gelisah, resah, takut.
g.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi (prognosis).

                     3.            Intervensi Keperawatan
No
No Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Dx 1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  jalan nafas kembali efektif dengan KH:
a.    Dapat mendemontrasikan batuk efektif
b.    Dapat menyebutkan cara-cara menurunkan kekentalan sekresi
c.    Tidak ada suara nafas tambahan
a.    Kaji /pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi




b.    Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas

c.    Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran  tempat tidur




d.   Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
e.    Observasi karakteriktik  batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
f.     Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan


g.    Berikan obat sesuai indikasi

a.    Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
b.    Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
c.    Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
d.   Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
e.    Mengetahui keefktifan batuk







f.     Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekana diafragma.


g.    Mempercepat proses penyembuhan.
2.
Dx 2
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas klien kembali efektif dengan KH:
a.    Klien mampu melakukan batuk efektif.
b.    Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas normal (16-20x permenit)

a.    Kaji fungsi pernafasan, catat kecepatan pernafasan , dispnea, sianosis dan perubahan tanda vital.


b.    Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit, bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif.



c.    Auskultasi bunyi nafas



d.   Kaji pengembangan dada dan posisi trakea
a.   Distres pernafasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok atau hipoksia.
b.   Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernafas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan nafas besar untuk dikeluarkan.
c.   Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada area kolaps yang meliputi: 1lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral)
d.  Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Defiasi trakea kearah sisi yang sehat pada tencion pneumothoracks

3.
Dx 3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan KH:
a.      Menunjukan tehnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman, untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi

a.    Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur

b.    Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum

c.    Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
a.   Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya
b.   Untuk mengidentifikasi  kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan (infeksi yang mungkin terjadi).

c.   Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan
4.
Dx 4
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  kebutuhan nutrisi klien terpenuhi   kembali efektif dengan KH:
a.    BB ideal
b.    Fungsi pengecapan kembali efektif

a.    Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu
b.    Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
c.    Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
d.   Anjurkan klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus
a.   Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan
b.   suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
c.   Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.

d.  untuk mengatasi dehidrasi pada pasien
5.
Dx 5
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan  klien dapat beraktivitas secara efektif dengan KH:
a.         klien mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
b.        klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami nafas tersengal-sengal, sesak nafas dan kelelahan
a.    monitor frekuensi nadi, dan nafas sebelum dan sesudah aktivitas.
b.    Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan nafas meningkat secara cepat dan klien mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.


c.    Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Beri klien waktu beristirahat, tanpa diganggu berbagai aktivitas.
d.   Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama.




e.    Konsultasikan dengan dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat beristirahat.
a.        Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
b.       Gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas meningkat dan daya tahan tubuh klien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat diantara aktivitas
c.        Membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktivitas.



d.       Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikan. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktivitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat meminimalkan komplikasi imobilisasi.
e.        Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal nafas.
6.
Dx 6
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan  klien mampu memahami dan menerima keadaan  sehingga tidak terjadi kecemasan dengan KH:
a.    Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan keadaannya.
b.    Respons nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.


a.    Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping yang ada.


b.    Ajarkan teknik relaksasi.


c.    Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
d.   Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.



e.    Bantu klien mengendalikan dan mengakui rasa cemas.





a.        Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruksif sangat bermanfaat dalam mengatasi stres.
b.       Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.
c.        Hubungan saling percaya membantu memperlancar proses terapeutik.
d.       Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e.        Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, maka perasaan yang mengganggu dapat diketahui.




7.
Dx 7
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan klien mengetahui tentang proses inflamasi penyakit dengan kriteria hasil:
a.    Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan rasional tindakannya.
b.    Klien dapat melakukan perubahan gaya hidup yang perlu dan berpartisipasi dalam pengaturan pengobatan.
a.     Kaji tingkat pengetahuan klien

b.     Berikan HE tentang bronkhiektasis

c.     Evaluasi tingkat pengetahuan klien.
a.    Mengetahui seberapa jauh pengetahuan klien terhadap bronkhiektasis
b.    Memberikan informasi kepada klien tentang bronkhiektasis
c.    Mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman dan pengetahuan klien tentang bronkhiektasis


                     4.            Impleementasi keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

                     5.            Evaluasi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan permanen pada dinding bronkus dan sputum kental ditandai dengan batuk, hemoptisis.
a.    Jalan nafas klien kembali efektif.
b.    Klien dapat mendemontrasikan batuk efektif.
c.    Klien dapat menyebutkan cara-cara menurunkan kekentalan sekresi.
d.   Tidak ada suara nafas tambahan.
2.
Pola nafas tidak efektif berbubungan dengan obstruksi saluran nafas ditandai dengan dispnea, nafas pendek dan ekspirasi memanjang.
a.    Pola nafas klien kembali efektif.
b.    Klien mampu melakukan batuk efektif.
c.    Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada batas normal (16-20x permenit).
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan pengumpulan sekret dan infeksi sekunder.
a.    Klien tidak mengalami infeksi.
b.    Menunjukan tehnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman, untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologi ditandai dengan melaporkan perubahan sensasi rasa, anoreksia dan penurunan berat badan dengan intake makan tidak adekuat.
a.    Nutrisi klien terpenuhi.
b.    BB ideal.
c.    Fungsi pengecap kembali efektif.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan malaise, kelemahan dan keletihan fisik ditandai dengan laporan verbal : kelelahan dan kelemahan, perubahan EKG.

a.    Klien dapat beraktivitas secara efektif.
b.    klien mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
c.    klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami nafas tersengal-sengal, sesak nafas dan kelelahan.
6.
Ansietas berhubungan dengan pola interaksi, keluhan psikososial, dan kecemasan ditandai dengan gelisah, resah, takut.

a.    Klien mampu memahami dan menerima keadaan.
b.    Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan keadaannya.
c.    Respons nonverbal klien tampak lebih rileks dan santai.
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi (prognosis).

a.    Klien mengetahui tentang proses inflamasi penyakit.
b.    Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan rasional tindakannya.
c.    Klien dapat melakukan perubahan gaya hidup yang perlu dan berpartisipasi dalam pengaturan pengobatan.


BAB III
PENUTUP
A.           Simpulan

Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis  berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi.

Dari pembuatan konsep dasar keperawatan didapat tujuh diagnosa keperawatan pada penyakit bronkhiektasis, diantaranya yaitu:

1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan permanen pada dinding bronkus dan sputum kental ditandai dengan batuk, hemoptisis.
2.    Pola nafas tidak efektif berbubungan dengan obstruksi saluran nafas ditandai dengan dispnea, nafas pendek dan ekspirasi memanjang.
3.     Resiko infeksi berhubungan dengan pengumpulan sekret dan infeksi sekunder.
4.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologi ditandai dengan melaporkan perubahan sensasi rasa, anoreksia dan penurunan berat badan dengan intake makan tidak adekuat.
5.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan malaise, kelemahan dan keletihan fisik ditandai dengan laporan verbal : kelelahan dan kelemahan, perubahan EKG.
6.    Ansietas berhubungan dengan pola interaksi, keluhan psikososial, dan kecemasan ditandai dengan gelisah, resah, takut.
7.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi (prognosis).


B.            Saran
Saran kami kepada pembaca agar bisa melakukan pola hidup sehat ,jangan merokok. Bronkiektasis dapat dicegah dengan pemberian  antibiotic dan tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar